ibadah dan pendidikan edisi syawal 1431

الحمد لله, الحمد لله الذى افتتح أشهر الحجّ بشهر شوّال. وجعله متجر ا لنيل الفضائل وا لإ فضال. فسبحان الّذى انفرد بصفات الكمال. احمده سبحانه وتعالى حمدا كثيرا مباركا كما يحبّ ويرضى غير مستغنى عنه فى حال من ا لأ حوال. واشكره  وأياده على شاكره دوال. واشهد انّ لا اله ا لاّ الله وحده لا شر يك له الكبير المتعال. وأشهد انّ محمّدا عـبده ورســوله الصّــادق الــمقال. اللّهــمّ صلّى وســلّم
على عبدك ورسولك سيّدنا محمّد وعلى
اله وصحبه خير صُحب وال. (امّا بعد) فيا ايّهاالنّاس. إتّقو الله تعالى واحذرو المعاصى فإنّها موجيبات للخسر ان .

HADIRIN SIDANG JUM’AH RAHIMAKUMULLOH
Marilah kita mantapkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Alloh SWT. Azza Wa Jalla Dzikruhu.
Taqwa dalam banyak definisi berarti melaksanakan segala perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya dengan niatan Lillahi Ta’alaa hanya karena Alloh semata.Taqwa juga dapat berarti berlindung pada ta’at Alloh dari hukuman-Nya. Taqwa adalah menjaga diri dari apa saja yang mengandung hukuman Alloh. Taqwa ialah menghindari segala sesuatu yang dapat menjauhkan diri kita dari Alloh sang pencipta. Taqwa adalah menjaga tata krama Syari’at. Taqwa pada stata ketaatan berarti IKHLAS dan pada maksiat berarti sama sekali tidak melakukannya.
HADIRIN SIDANG JUM’AH YANG DIMULIAKAN ALLOH…
Hamdan Wa Syukron Wa Ni’matan, patutlah kita syukuri bahwa kita semua telah melewati bulan suci Ramadhan, bulan yang penuh berkah, maghfiroh dan rahmad, dalam arti kita telah lulus dari ujian yang kemarin dengan ikhlas menjalankan perintah Allah berpuasa dan njungkung ngibadah semata-mata karena Allah di bulan Ramadhan, patut pulalah kita bergembira, karena di samping telah berhasil menabung pahala, dosa-dosa kitapun yang telah lewat di ampuni oleh Allah SWT. sebagaimana hal ini dijamin oleh Rasulullah SAW. sendiri di dalam sabdanya :
من صـــام رمضــان ايمــانا واحتســابا غفـر له ماتقدّم من ذنــبه

Artinya : “Barang siapa menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan semata-mata karena Allah dan mengharap ganjaran dari pada-Nya, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lewat.”
HADIRIN SIDANG JUM’AH YANG BERBAHAGIA …….
Lalu pertanyaan yang kemudian muncul adalah :
Bagaimana kita menyikapi hari demi hari kita, setelah kita kembali pada fitrah kesucian ……? Dalam hal ini ada beberapa pesan dan himbauan dari para aliem ulama generasi yang teridentifisir sebagai salaafunassholih :
PERTAMA :
ولا تبطل ماأسلفتــم فى شهررمــضان من صــالح ا لأ  عــمال

Artinya : “Janganlah kalian porak porandakan segala pahala kebaikan yang telah terkumpulkan di bulan Ramadhan dari beberapa amalan sholih.”
واعلــموا أنّ الحســنات يذهبن السّيّئــآت. فكــذالك السّيّــئآت يبطلن
صـــــــالح ا لأعـــــــمال


Artinya : “Ketahuilah bahwa segala kebaikan (pahala) dapat menghnguskan segala keburukan (Dosa), namun juga sebaliknya, segala kejelakanpun dapat menghancurkan amal-amal kebajikan”.
Oleh karenanya :
أ لا وانّ علامة قبول الحسنة عمل الحسنة بعد هاعلى التّوال وانّ علامة ردّها ان تتبع بقبيــح ا لأ فعــال

Artinya : “Ingatlah bahwa tanda diterimanya amal kebaikan adalah melakukan amalan sholeh  setelahnya secara berkesinambungan. Adapun tanda ditolaknya amal ibadah adalah mengiringi amalan kebajikan itu dengan prilaku keji dan mungkar”.
HADIRIN SIDANG JUM’AH ROHIMAKUMULLOH…
KE DUA : Marilah kita kembali mempertajam pemahaman kita terhadap apa sebenarnya tugas kita hidup di dunia sebagai KHALIFATULLAH, paling tidak dapat kita rumuskan bahwa; ada dua tugas utama manusia, yakni “IBADATULLAH” (pengabdian dalam bentuk ibadah kepada Alloh SWT) dan “IMARATIL ARD” (membangun dan meramaikan bumi).
Dari dua tugas tersebut kita dituntut untuk mampu menyeimbangkan implementasinya atau perwujudan pelaksanaan dua tugas tersebut.
Sebagaimana firman Alloh Ta’alaa :
وابتغ فيما أتك الله الدّ ار ا لأخرة ولا تنس نصيبك من الدّنيا واحسن كما أحسن الله اليك ولا تبغ الفساد فى ا لأ رض. انّ الله  لايحبّ  المفســــدين

Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Alloh Ta’alaa kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah kepada orang lain, sebagimana Alloh telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di atas bumi. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.,
Dengan demikian; kesejahteraan, ketenteraman, serta kebahagian hidup baik di dunia maupun di akhirat kelak (makna yang terkandung di dalam do’a yang senantiasa kita mohonkan : Sa’aadatu Al-Daroini) merupakan cita-cita dan tujuan hidup semua manusia, sebagimana esensi makna dari (Q.S. Al-Qishas : 77)
ربّنا اتنا فى الدّنيا حســنة. وفى ا لأ خرة حســنة وقنا عذاب النّار

Namun bila kemudian kita lakukan kajian lebih lanjut secara komprehensif (utuh dan menyeluruh), maka kita akan dapat menyimpulkan bahawa; “Kita semua seharusnya memiliki intensitas/tingkat perhatian yang lebih tinggi, prioritas penekanan yang lebih besar, terhadap upaya terwujudnya suatu kebagiaan yang kekal dan abadi, yakni kebahagiaan kehidupan akhirat kelak, sekalipun dalam ukuran yang lazim, kita tidak akan cukup bahagai hidup di dunia karena qodho’ dan Kodar fitrah kemanusiaan yang bernama “kemiskinan” dan lain-lain, selalu kita jumpai di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Sebagaimana hal ini ditegaskan oleh Allah Ta’ala dalam beberapa firmannya yang antara lain menyebutkan :
وا لأ خرة  خير لمن  اتّــقى

” Sesungguhnya akherat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa”.
وا لأ خرة  خير  وأبــقى

“Dan sesungguhnya akherat itu lebih baik dan lebih kekal”.
HADIRIN SIDANG JUM’AH YANG DIMULYAKAN ALLAH……..
KE TIGA ; disamping upaya maksimal kita dalam rangka untuk mengumpulkan pahala kebajikan dengan melakukan amalan-amalan sholeh baik dalam dimensi ritual maupun sosialnya, demi kebahagiaan akherat kelak terus menerus secara dinamis dan istiqomah kita usahakan, semasa kita masih hidup di dunia, maka ; “Tidaklah kita juga mengusahakan, agar kita mendapatkan kiriman ganjaran (pahala) sekalipun kita nantinya  telah mati meninggalkan dunia fana ini ….. ? dimana hal itu berarti batas akhir, dan terputusnya segala amal anak Adam . …… ?
Rasulullah Saw memberikan jalan untuk upaya tersebut, sebagaimana dalam sabdanya :
إذا مات ابن أدم انقطع عمله ا لاّ من ثلاث صدقة جارية
او عـلم ينتفع به او ولد صـالح يدعوله . (رواه مسلم
)

Artinya : Apabila anak Adam telah pergi ke alam baqa, maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara yakni :
Yang pertama shodaqoh jariyah, yaitu kesediaan diri seorang muslim untuk menginfakkan atau mensedekahkan sebagaian harta bendanya dijalan Allah, utamanya dalam rangka membangun berbagai sarana umum yang dapat memfasilitasi kaum Muslimin dalam memenuhi kebutuhan hidup dan tanggung jawab ibadahnya kepada Allah Swt.
Yang ke dua Ilmu yang dapat diambil manfaatnya. Dalam hal ini perlu diingat bahwa proses pewarisan keilmuan yang ‘Amaliyyah dari seorang guru pendidik kepada murid peserta didiknya, tentunya membutuhkan suatu kelembagaan yang mapan dan representatif baik berupa madrasah-madrasah, majlis-majlis ta’lim, jam’iyah-jam’iyah, kursus-kursus, bimbinganp-bimbingan, organisasi-organisasi kemasyarakatan dan lembaga-lembaga pembelajaran dan pendidikan yang lainnya baik yang bersifat formal, non formal, dan ekstrakurikuler.
Ke tiga adalah anak yang sholeh dan akrom yang mau dan bersedia untuk mendo’akan kedua orang tuanya, atau dalam arti lain;  shaleh  bisa diinterprestasikan membangun kepribadian / karakter dan peradaban yang secara potensial ia mampu berperan aktif, berdaya guna dan terampil dalam kancah kehidupan selama berinteraksi dengan sesama manusia. Sedangkan Akrom merupakan pencapaian tingkat kelebihan dan relevansi hubungan antara makhluk terhadap kholiknya, untuk kemudian mencapai kebahagiaan di akherat.
Untuk memperoleh pilar yang ke tiga ini, yakni  (anak yang sholeh dan akrom) melihat begitu pesatnya perkembangan sains dan teknologi maka orang tua harus membekali putra putrinya dan mendidik mereka melalui tiga hal ; yaitu :
1.    Anak harus disekolahkan
2.    Anak harus terus mengaji, dan ke
3.    Orang tua harus sanggup mengontrol kedisiplinan putra putrinya terhadap dua aktifitas di atas melalui sejauhmana putra putri kita telah melaksanakan kewajiban dasar agamanya yakni Sholat Lima Waktu secara dinamis dan kontinyu
Dengan tiga upaya di atas insyaallah putra-putri kita akan menjadi tunas-tunas bangsa yang sholihin, sholihat ………
Demikianlah khutbah Jum’at yang dapat kami sampaikan, mudah-mudahan kita semua senantiasa mendapatkan limpahan taufiq, hidayah serta inayah Allah Swt sehingga mampu mencapai ridlo-Nya , dan mendapatkan syafa’atul Udzma dari rasulillah Saw.
Amin…..Amin………..Amin ……… Ya Yobbal ‘Alamin
إنّ أحسن المواعظ الشّافية كلام من لا يخفى عليه خافية. والله سبحانه يقول وبقول يهتدى المهتدون. واذا قر ئ  القر آن فاستمعوا له وانصتوا لعلّكم تر حمون . اعوذ بالله من الشّيطان الرّجيم. بسم الله الرّحمن الرّحيم. يآايّها الّذين آمنوا اتّقو الله والتنظر  نفس ماقدّمت لغد. واتّقو الله انّ الله خبير بما تعلمون.بارك الله لى ولكم فى القر آن العظيم. ونفعنــى وا  ياّكـــم  بما فــيه من ا لا يآت والذّكــر الحكــيم. وتقبّل منّى ومنكم تلاوته إ نّه هو الغفور الرّ حيم.

PENINKATAN MAKNA SYAWAL
KHUTBAH PERTAMA

الحمد لله ربِّ العالمين والْعاقِبَةُ لِلْمُتَّقين ولا عُدْوانَ إلَّا عَلى الظَّالمِين وأشهد أنْ لا إله إلاالله وحده لا شريك له ربَّ الْعالمين وإلَهَ المُرْسلين وقَيُّوْمَ السَّمواتِ والأَرَضِين وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المبعوثُ بالكتابِ المُبين الفارِقِ بَيْنَ الهُدى والضَّلالِ والْغَيِّ والرَّشادِ والشَّكِّ وَالْيَقِين والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى حَبِْيبِنا و شَفِيْعِنا مُحمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسلين و إمامِ المهتَدين و قائِدِ المجاهدين وعلى آله وصحبه أجمعين

فياأيها المسلمون أوصيكم وإياي بتقوى الله عز وجل والتَّمَسُّكِ بهذا الدِّين تَمَسُّكًا قَوِيًّا. فقال الله تعالى في كتابه الكريم، أعوذ بالله من الشيطان الرجيم “يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ ،

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Kini kita tengah berada di Jum'at kedua bulan Syawal 1431 H. Delapan hari sudah Ramadhan meninggalkan kita. Tanpa adanya kepastian apakah di tahun mendatang kita masih bisa berjumpa dengannya, menggapai keutamaan-keutamaannya, memenuhi nuansa ibadah yang dibawanya, ataukah justru Allah telah memanggil kita. Kita juga tidak pernah tahu dan tidak pernah mendapat kepastian apakah ibadah-ibadah kita selama bulan Ramadhan diterima oleh Allah SWT atau tidak. Dua ketidakpastian inilah yang membuat sebagian salafus shalih berdoa selama enam bulan sejak Syawal hingga Rabiul Awal agar ibadahnya selama bulan Ramadhan diterima, lalu dari Rabiul Awal hingga sya'ban berdoa agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan berikutnya.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Arti syawal adalah peningkatan. Demikianlah seharusnya. Paska Ramadhan, diharapkan orang-orang yang beriman meraih derajat taqwa, menjadi muttaqin. Hingga mulai bulan Syawal kualitasnya meningkat. Kualitas ibadah, juga kualitas diri seseorang. Bukankah orang kemuliaan seseorang tergantung pada ketaqwaannya?

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

...Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu ialah orang yang paling bertaqwa… (QS. Al-Hujurat : 13)

Akan tetapi, yang kita lihat di masyarakat justru sebaliknya. Syawal menjadi bulan penurunan. Penurunan ibadah, juga penurunan kualitas diri. Diantara indikatornya yang sangat jelas adalah perayaan idul Fitri dengan musik dan tarian, dibukanya tempat-tempat hiburan yang sebulan sebelumnya ditutup. Kemaksiatan seperti itu justru langsung ramai sejak hari pertama bulan Syawal. Na'udzubillah! Lalu setelah itu, masjid-masjid akan kembali sepi dari jamaah shalat lima waktu. Umpatan, luapan emosional, dan kemarahan kembali "membudaya". Bukankah ini semua bertolak belakang dengan arti Syawal? Bukankah ini seperti mengotori kain putih yang tadinya telah dicuci dengan sebaik-baiknya? Jadilah ia kembali penuh noda. Jadilah ia kembali menghitam dan semakin memburam.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Fenomena itu sesungguhnya juga menunjukkan kepada kita, bahwa puasa orang yang demikian tidak berhasil. Tidak mampu mengantarkan seseorang meraih derajat taqwa, atau mendekatinya. Fenomena itu menjadi indikator yang mudah diketahui oleh siapa saja yang mau memperhatikan dengan seksama. Kita juga bisa menggunakan hadits Nabi sebagai kaidah yang seharusnya kita perhatikan sebaik-baiknya: "Barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka celakalah ia."

Lalu bagaimana amal seorang muslim di bulan Syawal? Berangkat dari kaidah umum dari hadits Nabi tersebut, dan sekaligus sejalan dengan makna syawal, maka harus ada peningkatan di bulan ini. Dan peningkatan itu tidak lain adalah berangkat dari sikap istiqamah. Menetapi agama Allah, berjalan lurus di atas ajarannya.

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Maka istiqamahlah kamu, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. Huud : 112)

Bentuk sikap istiqamah ini dalam amal adalah dengan mengerjakannya secara kontinyu, terus-menerus.

إِنَّ أَحَبَّ الأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَا دَامَ وَإِنْ قَلَّ

Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah yang terus menerus (kontinyu) meskipun sedikit (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka amal-amal yang telah kita biasakan di bulan Ramadhan, hendaknya tetap dipertahankan selama bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Tilawah kita yang setiap hari. Shalat malam yang sebelumnya kita selalu melaksanakan tarawih, di bulan Syawal ini hendaknya kita tidak meninggalkan shalat tahajud dan witirnya. Infaq dan shadaqah yang telah kita lakukan juga kita pertahankan. Demikian pula nilai-nilai keimanan yang tumbuh kuat di bulan Ramadhan. kita tak takut lapar dan sakit karena kita bergantung pada Allah selama puasa Ramadhan. Kita tidak memerlukan pengawasan siapapun untuk memastikan puasa kita berlangsung tanpa adanya hal yang membatalkan sebab kita yakin akan pengawasan Allah (ma'iyatullah). Kita juga dibiasakan berlaku ikhlas dalam puasa tanpa perlu mengumumkan puasa kita pada siapapun. Nilai keimanan yang meliputi keyakinan, maiyatullah, keikhlasan, dan lainnya ini hendaknya tetap ada dalam bulan Syawal dan semakin meningkat. Bukan menipis tiba-tiba lalu hilang seketika!

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Memang tidak banyak amal khusus di bulan Syawal dibandingkan bulan-bulan lainnya. Akan tetapi, Allah telah memberikan kesempatan berupa satu amal khusus di bulan ini berupa puasa Syawal. Ini juga bisa dimaknai sebagai tool dalam rangka meningkatkan ibadah dan kualitas diri kita di bulan Syawal ini. Dan keistimewaan puasa sunnah ini adalah, kita akan diganjar dengan pahala satu tahun jika kita mengerjakan puasa enam hari di bulan ini setelah sebulan penuh kita berpuasa Ramadhan.

Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa setahun. (HR. Muslim)

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ بِسِتٍّ مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصَوْمِ الدَّهْرِ

Barangsiapa berpuasa Ramadhan, lalu mengikutinya dengan enam hari di bulan Syawal, ia seperti puasa setahun. (HR. Ibnu Majah, shahih)

Bagaimana pelaksanaannya? Apakah puasa Syawal harus dilakukan secara berurutan atau boleh tidak? Sayyid Sabiq di dalam Fiqih Sunnah menjelaskan bahwa menurut pendapat Imam Ahmad, puasa Syawal boleh dilakukan secara berurutan, boleh pula tidak berurutan. Dan tidak ada keutamaan cara pertama atas cara kedua. Sedangkan menurut madzhab Syafi'i dan Hanafi, puasa Syawal lebih utama dilaksanakan secara berurutan sejak tanggal 2 Syawal hingga 7 Syawal. Lebih utama. Jadi, tidak ada madzhab yang tidak membolehkan puasa Syawal di hari selain tanggal 2 sampai 7, selama masih di bulan Syawal. Ini artinya, bagi kita yang belum melaksanakan puasa Syawal, masih ada kesempatan mengerjakannya. Akan tetapi, hendaknya kita tidak berpuasa khusus di hari Jum'at tanpa mengiringinya di hari Kamis atau Sabtu karena adanya larangan Rasulullah yang juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh Al-Albani.

Jamaah Jum’at yang dirahmati Allah,
Penurunan amal di bulan Syawal sekali lagi adalah hal yang seharusnya kita hindarkan. Bulan Syawal justru pernah menjadi bulan perjuangan yang amat menentukan bagi kaum muslimin. Itu terjadi pada tahun 5 H. Bulan Syawal kali itu merupakan bulan yang mendebarkan. Kaum muslimin dikeroyok oleh pasukan multi nasional yang merupakan gabungan dari Quraisy, Ghatafan, dan lain-lain. Karena itulah perang ini dikenal sebagai perang ahzab (gabungan/sekutu), disamping juga terkenal dengan sebutan perang khandaq yang berarti parit, karena kaum muslimin menggunakan strategi membuat parit di sekeliling Madinah untuk bertahan dan terbukti efektif, hingga pasukan ahzab tidak bisa menyerang masuk Madinah.

Penggalian parit atau khandaq ini adalah kerja keras yang luar biasa. Persatuan kaum muslimin benar-benar terasa di sana. Begitupun keimanan mereka dan doa-doa yang khusyu' semakin mendekatkan mereka kepada Allah. Ditambah dengan catatan-catatan kepahlawanan mulai dari Nu'aim yang memecah belah pasukan Ahzab dan bani Quraidzah yang berkhianat di belakang kaum muslimin, sampai keberanian dan kecerdasan Hudzaifah Ibnul Yaman yang menerobos perkemahan pasukan Quraisy untuk mencari informasi. Benar-benar peningkatan yang luar biasa paska Ramadhan. Lalu Allah menolong kaum muslimin dengan menurunkan angin topas yang memporakporandakan perkemahan pasukan Qurasiy.

Itulah contoh betapa bulan Syawal tidak sepantasnya membuat ibadah dan kualitas diri kita turun. Justru seharusnya, sesuai dengan makna syawal, maka kita harus mengalami peningkatan dengan berupaya istiqamah serta meningkatkan kualitas ibadah dan diri, diantaranya dengan puasa Syawal.

وقل رب اغفر وارحم و انت خير الراحمين

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
أَشْهَدُ أنْ لا إلَهَ إلا اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وأشهدُ أنَّ مُحَمَّدًا عبْدُه ورَسُولُه.
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلا تَمُوتُنَّ إِلا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ } [آل عمران: 102]
{ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا } [الأحزاب: 70، 71].

Jama'ah jum'at yang dirahmati Allah,
Jika kita istiqamah, maka Allah SWT menjanjikan tiga keistimewaan yang akan kita dapatkan. Ketiganya difirmankan Allah dalam satu ayat yang sama, yaitu dalam firman-Nya:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami adalah Allah" kemudian mereka istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fushilat : 30)

Ketika menafsirkan ayat ini, ulama salaf merujuk pada hadits bahwa malaikat itu datang ketika seorang mukmin dalam kondisi sakaratul maut. Sedangkan ulama muta'akhirin mengatakan bahwa ketiganya -asy-syaja'ah (keberanian), al-ithmi'nan (ketenangan), dan at-tafa'ul (optimis)- juga bisa dirasakan mukmin dalam kehidupan ini.

اللَّهُمَّ صَلِّ وسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وسَلّمْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، فِي العَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ، وَارْضَ اللَّهُمَّ عَنْ خُلَفَائِهِ الرَّاشِدِيْنَ، وَعَنْ أَزْوَاجِهِ أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِيْنَ، وَعَنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ أَجْمَعِيْنَ، وَعَنْ المُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَعَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اللَّهُمَّ اجْعَلْ جَمْعَنَا هَذَا جَمْعًا مَرْحُوْمًا، وَاجْعَلْ تَفَرُّقَنَا مِنْ بَعْدِهِ تَفَرُّقًا مَعْصُوْمًا، وَلا تَدَعْ فِيْنَا وَلا مَعَنَا شَقِيًّا وَلا مَحْرُوْمًا.
اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالعَفَافَ وَالغِنَى.

اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ أَنْ تَرْزُقَ كُلاًّ مِنَّا لِسَانًا صَادِقًا ذَاكِرًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا مُنِيْبًا، وَعَمَلاً صَالِحًا زَاكِيًا، وَعِلْمًا نَافِعًا رَافِعًا، وَإِيْمَانًا رَاسِخًا ثَابِتًا، وَيَقِيْنًا صَادِقًا خَالِصًا، وَرِزْقًا حَلاَلاًَ طَيِّبًا وَاسِعًا، يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَوَحِّدِ اللَّهُمَّ صُفُوْفَهُمْ، وَأَجْمِعْ كَلِمَتَهُمْ عَلَى الحَقِّ، وَاكْسِرْ شَوْكَةَ الظَّالِمِينَ، وَاكْتُبِ السَّلاَمَ وَالأَمْنَ لِعِبادِكَ أَجْمَعِينَ.

اللَّهُمَّ رَبَّنَا احْفَظْ أَوْطَانَنَا وَأَعِزَّ سُلْطَانَنَا وَأَيِّدْهُ بِالْحَقِّ وَأَيِّدْ بِهِ الْحَقَّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اللَّهُمَّ رَبَّنَا اسْقِنَا مِنْ فَيْضِكَ الْمِدْرَارِ، وَاجْعَلْنَا مِنَ الذَّاكِرِيْنَ لَكَ في اللَيْلِ وَالنَّهَارِ، الْمُسْتَغْفِرِيْنَ لَكَ بِالْعَشِيِّ وَالأَسْحَارِ.

اللَّهُمَّ أَنْزِلْ عَلَيْنَا مِنْ بَرَكَاتِ السَّمَاء وَأَخْرِجْ لَنَا مِنْ خَيْرَاتِ الأَرْضِ، وَبَارِكْ لَنَا في ثِمَارِنَا وَزُرُوْعِنَا وكُلِّ أَرزَاقِنَا يَا ذَا الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ.
رَبَّنَا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا، وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً، إِنَّكَ أَنْتَ الوَهَّابُ.
رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الخَاسِرِيْنَ.
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدُّعَاءِ.

عِبَادَ اللهِ :إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

[Khutbah Jum'at edisi 8 Syawal 1431 H bertepatan dengan 17 September 2010